Beberapa member arisan berantai Mavrodi Mondial Moneybox atau Manusia Membantu Manusia (MMM) di Surabaya mulai ancang-ancang menempuh jalur hukum, dengan melaporkannya ke kepolisian.
Mereka merasa tertipu karena uang yang disetorkan ke sistem MMM tak kunjung kembali.
Hal ini dikatakan pengacara Muhammad Sholeh, pengacara muda Surabaya yang mengaku sudah didatangi beberapa member MMM.
“Ada beberapa yang datang untuk konsultasi apakah ada unsur pidana dalam praktik MMM di Indonesia. Awalnya saya tidak mengambil kesimpulan. Para partisipan ini saya suruh presentasi bagaimana cara kerja MMM, kemudian saya perdalam modus-modusnya,” kata Sholeh, Kamis (4/9/2014).
Dari kacamata Sholeh, ada celah hukum yang bisa ditempuh para partisipan yang merasa dirugikan. Dia menilai, ada unsur penipuan dalam praktik MMM. Selain itu, sistem yang berasal dari Rusia itu juga termasuk dalam cyber crime.
Hanya saja, polisi tidak bisa bertindak selama tidak ada laporan dari masyarakat. Sholeh menegaskan, modus yang dipakai MMM sama persis dengan model lain semacam Pohon Uang dan Gold Quest.
Sholeh sendiri pernah melakukan advokasi korban arisan berantai itu.
“Modusnya sama. Hanya kemasannya yang beda. Ini kan pakai skema Ponzi,” ujarnya.
Skema yang dimaksud adalah piramida keuntungan yang didapat dari downline atau peserta baru. Dari pengamatan Sholeh, MMM juga bergantung pada ketersediaan peserta baru. Setoran dari peserta baru inilah yang dipakai untuk mendapatkan untung 30 persen. Saat partisipasi berhenti, maka sistem kolaps.
“Pertanyaannya, siapa yang kemudian paling diuntungkan? Tentu saja orang-orang yang memiliki dowline banyak. Mereka yang statusnya top manager. Mereka ini kan dapat duit dari perserta baru. Jadi, kalau sistem berhenti, peserta tidak dapat apa-apa, sedangkan mereka yang di posisi teratas sudah menuai untung,” katanya menganalisa
Mereka merasa tertipu karena uang yang disetorkan ke sistem MMM tak kunjung kembali.
Hal ini dikatakan pengacara Muhammad Sholeh, pengacara muda Surabaya yang mengaku sudah didatangi beberapa member MMM.
“Ada beberapa yang datang untuk konsultasi apakah ada unsur pidana dalam praktik MMM di Indonesia. Awalnya saya tidak mengambil kesimpulan. Para partisipan ini saya suruh presentasi bagaimana cara kerja MMM, kemudian saya perdalam modus-modusnya,” kata Sholeh, Kamis (4/9/2014).
Dari kacamata Sholeh, ada celah hukum yang bisa ditempuh para partisipan yang merasa dirugikan. Dia menilai, ada unsur penipuan dalam praktik MMM. Selain itu, sistem yang berasal dari Rusia itu juga termasuk dalam cyber crime.
Hanya saja, polisi tidak bisa bertindak selama tidak ada laporan dari masyarakat. Sholeh menegaskan, modus yang dipakai MMM sama persis dengan model lain semacam Pohon Uang dan Gold Quest.
Sholeh sendiri pernah melakukan advokasi korban arisan berantai itu.
“Modusnya sama. Hanya kemasannya yang beda. Ini kan pakai skema Ponzi,” ujarnya.
Skema yang dimaksud adalah piramida keuntungan yang didapat dari downline atau peserta baru. Dari pengamatan Sholeh, MMM juga bergantung pada ketersediaan peserta baru. Setoran dari peserta baru inilah yang dipakai untuk mendapatkan untung 30 persen. Saat partisipasi berhenti, maka sistem kolaps.
“Pertanyaannya, siapa yang kemudian paling diuntungkan? Tentu saja orang-orang yang memiliki dowline banyak. Mereka yang statusnya top manager. Mereka ini kan dapat duit dari perserta baru. Jadi, kalau sistem berhenti, peserta tidak dapat apa-apa, sedangkan mereka yang di posisi teratas sudah menuai untung,” katanya menganalisa
0 komentar:
Post a Comment